Laman

Senin, 01 November 2010

IMOD Obat Baru Untuk HIV/AIDS

Kabar gembira buat dunia kesehatan terutama bagi mereka pengidap virus HIV/AIDS di seluruh penjuru dunia. Pemerintah Iran beberapa hari lalu melalui Menteri Kesehatan mereka Kamran Baqeri Lankarani mengumumkan penemuan obat baru hasil penemuan ilmuwan-ilmuwan Iran untuk meningkatkan kekebalan tubuh pasien pengidap HIV/AIDS yang terbuat dari tumbuhan asli Iran, yaitu IMOD (Immuno-Modulator Drug). Obat ini adalah hasil penelitian para ilmuwan Iran selama lima tahun dan telah dilakukan tes pada 200 orang pasien pengidap virus HIV/AIDS. Obat baru ini diyakini bisa meningkatkan 65% kekebalan tubuh pasien penderita HIV/AIDS dalam jangka waktu 21 bulan tanpa efek samping apapun.
http://www.menarik.info/2007/02/imod-obat-baru-untuk-hivaids.html

Efek Samping Obat HIV Mulai Dapat Dijelaskan

Mar 16, 2008 Kategori : Gaya Hidup, Lifestyle
Para peneliti telah menemukan petunjuk baru mengenai mengapa obat AIDS yang digunakan secara luas memiliki efek samping tertentu seperti penimbunan lemak secara misterius.
Paralel antara efek samping protease inhibitors (komponen penting dalam campuran obat HIV) dan kondisi genetika yang mengakibatkan penuaan dini mungkin dapat membantu menjelaskan pengendapan lemak yang seringkali membuat lemah pasien dan hasil lain. Protease inhibitors dapat mengakibatkan gangguan metabolisme seperti penimbunan tak sehat kolesterol di dalam darah, tekanan darah tinggi, dan meningkatnya resiko diabetes.
Zat tersebut juga memicu kondisi yang disebut lipodystrophy yang merupakan pembagian kembali secara aneh lemak sehingga pipi dan anggota tubuh lain pasien tertimbun lemak, dan adanya lemak buffalo hump yang ada di punggung serta tengkuk.
Para dokter telah lama bertanya-tanya mengenai bagaimana protease inhibitors dan obat lain HIV dapat mengakibatkan efek samping semacam itu, yang terjadi pada puluhan ribu pengguna obat di seluruh dunia, kata Dr. Charles Flexner dari John Hopkins University School of Medicine.
Dalam upaya untuk mengungkap kondisi itu, satu kelompok ilmuwan dari University of California Los Angeles dan Purdue University di Indiana menggunakan protease inhibitors pada sel tikus dan manusia, dan mendapati bahwa zat tersebut mengendapkan bentuk khusus gumpalan protein yang disebut prelamin A.
Obat itu memicu kondisi tersebut dengan menghalangi gerakan protein lain (ZMPSTE24) yang mengubah prelamin A menjadi bentuk yang bermanfaat, demikian laporan mereka dalam Proceedings of the National Academy of Sciences.
Sel-sel, tingkat ZMPSTE24 menjadi lebih rendah saat pasien mulai menggunakan protease inhibitors.
Christine Hrycyna dari Purdue University, yang terlibat dalam studi tersebut, mengatakan terhalangnya protein itu mungkin memberi sumbangan bagi efek samping metabolis dari protease inhibitors.
Pasien dengan gejala penuaan dini, termasuk Hutchinson-Gilford progeria, memiliki gejala yang menyerupai efek samping tersebut, dan protein yang sama tertimbun di dalam sel mereka, kata Hrycyna. Namun tidak jelas bagaimana itu dapat berdampak pada metabolisme, katanya.
“Efek samping ini barangkali bukan hanya disebabkan oleh satu kondisi sederhana saja,” kata Hrycyna.
“Saya kira naskah ini mungkin memberi wawasan baru mengenai mekanisme yang mungkin bagi sebagian efek samping protease inhibitors,” kata Flexner.
Para peneliti tersebut juga menguji coba sebagian obat lain yang biasa digunakan dalam campuran obat AIDS, yang dikenal sebagai terapi anti-retrovirus yang sangat aktif, atau HAART. Tetapi obat lain tak menimbulkan penimbunan protein yang sama, bahkan sekalipun obat itu dapat menimbulkan dampak serupa pada orang, kata para peneliti tersebut.
“Itu semua mungkin disebabkan oleh gabungan dari semua obat yang berbeda ini,” kata Hrycyna.
Para peneliti tersebut sekarang ingin melihat apakah teori mereka memiliki kebenaran pada pasien HIV, dan jika berbagai versi protease inhibitors yang tak menghalangi ZMPSTE24, mungkin menimbulkan efek samping yang lebih sedikit pada semua pasien itu. (kapanlagi.com)

Obat Anti Nyamuk Alami dan Murah

Oleh : EDDYMAN, INTAN ELFARINI & KANAKA SUNDHORO
Setiap tahunnya penyakit demam berdarah dengue (DBD) menyerang masyarakat di Tanah Air. Meski ada cara untuk menghindari dan mengobati penyakit ini, korban jiwa akibat DBD tak terelakkan juga. Kondisi ini menginspirasi siswa/siswi SMA Taruna Nusantara, Magelang, untuk sedikit menunjukkan baktinya kepada negara dengan meminimalisasikan jumlah penderita DBD. Sumbangsih ini mereka wujudkan dengan jalan mencari obat antinyamuk yang murah tapi efektif.
Eddyman Kharma, Intan Elfarini dan Kanaka Sundhoro, pelajar SMA Taruna Nusantara, berupaya menawarkan cara membasmi nyamuk dengan murah, alami dan efektif. Temuan itu bukan serta-merta datang begitu saja, namun telah melewati penelitian ilmiah yang rumit dan panjang. Karena itulah, setelah dilombakan dalam Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), karya ilmiah berjudul “Eksplorasi Bunga Sukun sebagai Pengganti Isi Ulang (Refill) Obat Nyamuk Elektrik” itu menyabet juara pertama.
Menurut Eddyman Kharma, karya ilmiah yang diikutkan lomba itu merupakan sebuah usaha generasi muda dalam menjawab dan menanggapi kondisi kesehatan yang tengah dialami bumi Nusantara ini, khususnya masalah yang muncul karena nyamuk.
Dikatakan siswa kelas tiga SMA itu, di tengah masyarakat yang terancam serangan nyamuk demam berdarah, tentunya kian banyak pula produsen obat antinyamuk yang menawarkan produk unggulannya. “Sayangnya, produk yang dikeluarkan sebagian besar perusahaan obat antinyamuk itu tidak ramah lingkungan dan bahkan bisa mengganggu kesehatan pemakainya. Ini dikarenakan sebagian besar obat antinyamuk mengandung bahan kimia sintetis berkonsentrasi tinggi, yaitu propoxur dan transfluthrin yang bisa menyebabkan kerusakan sel syaraf, bahkan kematian”, kata Eddyman sambil menegaskan bahwa obat antinyamuk temuannya, yang berbahan dasar buah sukun (Artocarpus communis) sebagai cara alami mengusir nyamuk yang tidak berefek buruk pada kesehatan penggunanya.
Dalam penelitian ilmiahnya, ketiga pelajar SMA itu membandingkan keefektifan objek penelitian mereka dengan salah satu obat antinyamuk elektrik ternama. Setelah melalui uji laboratorium, kata Eddyman, obat antinyamuk temuannya justru lebih efektif dan lebih tahan lama ketimbang obat antinyamuk elektrik pembanding.
“Hasil penelitian kami menyebutkan bahwa bunga sukun dapat digunakan sebagai penolak nyamuk, sekaligus bisa membunuhnya. Setelah dibandingkan dengan obat nyamuk elektrik, temuan kami lebih efektif dan tahan lama, dan tentunya lebih ekonomis”, kata Eddyman menjelang pemaparan karya ilmiahnya di muka dewan juri, awal Desember lalu.
Dalam presentasi penelitian itu di kampus LIPI, Eddyman dan teman-temannya mengemukakan bahwa sukun memiliki banyak kegunaan, namun saat ini kebanyakan orang masih memanfaatkan sukun sebatas pada konsumsi buahnya sebagai sumber gizi dan pengobatan penyakit jantung, penyakit kulit, diare, diabetes, sakit kepala, sakit gigi, herpes, hipertensi, kelainan tulang dan sembelit.
“Setelah melewati uji pustaka, diketahui bahwa bunga sukun mengandung zat kimia yang diperkirakan bisa mengusir bahkan membunuh serangga, namun aman bagi manusia”, kata Eddyman di depan juri.
Adapun proses pembuatan obat antinyamuk  yang aman bagi lingkungan dan murah ini, kata Eddyman, tidak terlalu sulit. Bunga sukun dijemur sampai kering, lalu ditumbuk sampai halus. Selanjutnya serbuk bunga sukun itu dibungkus dengan kertas tisu, sehingga bentuknya seperti pelat obat antinyamuk elektrik.
“Berat isi bungkusan ada yang 300 mg, 500 mg dan 700 mg”, katanya di depan juri.
Langkah selanjutnya adalah menetesi bungkusan serbuk bunga sukun itu dengan air sebanyak 1 ml. Sekitar 1,5 jam berikutnya, ulangi lagi meneteskan air dalam jumlah yang sama ke bungkusan itu. Setelah kering, letakkan bungkusan tersebut pada mesin elektrik pembasmi nyamuk. “Untuk alat elektrik ini, kami masih menggunakan produk yang dibuat pabrik”, kata Eddyman. Kemudian alat elektrik tersebut dinyalakan di dalam sebuah kotak berisi delapan ekor nyamuk. Dalam waktu 10 sampai 20 detik, nyamuk terlihat menghindar, lalu satu menit setelah obat antinyamuk dari bunga sukun tsb dinyalakan, nyamuk mati.
Hasil yang didapat, obat antinyamuk dari serbuk bunga sukun lebih tahan lama ketimbang produk keluaran pabrik. Bungkusan tisu berisi serbuk bunga sukun yang telah ditetesi air sebanyak 12 x 1 ml air setiap 1,5 jam efektif menolak nyamuk selama dua hari. Sementara produk pembasmi nyamuk elektrik merek tertentu hanya mempunyai tingkat keefektifan sekitar delapan jam.
“Hasil lain yang kita dapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa bunga sukun yang digunakan sebagai penolak nyamuk lebih ramah lingkungan, karena bahan-bahan yang dikandungnya tidak bersifat racun terhadap manusia. Selain itu produk inovatif dari kita ini lebih ekonomis dan bisa terjangkau oleh semua kalangan, terlebih bagi mereka yang di dekat rumahnya ada pohon sukun. Aroma dari obat antinyamuk kita ini juga tidak menimbulkan bau yang mengganggu kok”, kata Eddyman usai penetapan kelompoknya sebagai juara pertama dan mendapatkan hadiah uang ditambah beasiswa setiap bulan selama satu tahun dari PT Asuransi Jiwa Bumiputera (AJB). [m7]
Sumber: Harian Warta Kota, 17 Desember 2005.