Diabetes Mellitus: Obat Terbaru Tidak Lebih Baik - |
Written by Azril Kimin | |
Oct 29, 2008 at 06:49 AM | |
Kalau obat terbaru lebih bermanfaat, orang rela membayar lebih mahal untuk mendapatkannya. Namun, apabila manfaatnya tak beda jauh dari obat lama - tetapi resiko efek sampingnya lebih besar, tentulah wajar kalau obat lama kembali dilirik. Hal ini dialami obat diabetes yang sudah ada versi generiknya, Metformin. Setelah beberapa tahun "dikalahkan" oleh sebagian dokter dan pasien diabetes AS karena dianggap sebagai obat ketinggalan zaman, obat ini terangkat kembali pamornya. Diabetes adalah penyakit yang banyak menyita isi kantong pasien diabetes Amerika Serikat. Dalam 6 tahun terakhir, tak kurang dari 12,5 milyar dolar yang dihabiskan warga AS untuk mengobati penyakit diabetes. Dana ini selalu meningkat dari tahun ke tahun, akibat budaya dokter AS yang suka meninggalkan obat lama bila ada obat paten baru yang beredar. Memang, tak kurang dari 6 golongan baru obat diabetes telah memasuki pasaran AS sejak 1995 (glycosidase inhibitors, meglitinides, thiazolidinediones, glucagon-like peptide analogues, amylin analogues, dan dipeptidyl-peptidase IV inhibitors). Diperkirakan 24 juta warga AS (8 persen dari populasi) mengidap diabetes Tipe 2, yang bila tidak terkontrol dapat menyebabkan gagal ginjal, kebutaan dan penyakit jantung. Pamor Metformin kini naik daun lagi, karena beberapa penelitian akhir-akhir ini membuktikan metformin punya kelebihan dibandingkan beberapa obat Diabetes lebih baru. Lihatlah hasil penelitian terhadap obat-obat Type 2 Diabetes yang diumumkan majalah Archives of Internal Medicines terbitan 27 Oct 2008 (Arch Intern Med. 2008;168(19):2070-2080). Menurut penelitian Elizabeth Selvin dkk, Metformin punya daya proteksi yang lebih baik bagi pasien dalam menurunkan angka kematian yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner yang sering menyertai penyakit diabetes type 2, sedangkan rosiglitazone (Avandia, obat relatif baru yang jauh lebih mahal) tidak menghasilkan manfaat serupa. Di samping itu, thiazolidinediones, dan meglitinides, sama baiknya dengan metformin dalam mengurangi resiko kematian akibat serangan jantung yang menyertai penderita diabetes tipe 2. Khusus untuk rosiglitazone(avandia), obat diabetes buatan Glaxo yang sempat menjanjikan sebagai obat pilihan pertama untuk mengobati diabetes mellitus , kini mulai dijauhi, mengingat efek sampingnya yang amat serius: kerusakan hati dan serangan jantung. Laporan masyarakat mengenai efek samping avandia meningkat 3 kali setelah majalah medis kondang , New England Journal of Medicine, melaporkan penelitian mengenai obat andalan pabrik GlaxoSmithKline ini pada Mei 2007. Dan beberapa hari lalu, 30 Oktober 2008, lembaga konsumen di AS, Public Citizen, telah melayangkan petisi kepada FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS), yang meminta obat ini di larang saja peredarannya. Alasan selengkapnya dapat kita lihat di website lembaga tersebut, www.citizen.org/ Karena itu, betul juga ucapan Dr. David Nathan, Kepala Bagian Diabetes dari Massachusetts General Hospital di Boston yang amat perduli terhadap kenyataan ini: " Apabila anda dapat mengontrol kadar gula dengan obat murah yang punya kelebihan dan paling sedikit efek sampingnya dibandingkan obat diabetes yang ada, apakah bijak memilih obat yang lain?" Malaria adalah penyakit yang menyebalkan. Malaria menjadi penyakit yang khas untuk Papua. Untuk orang yang pertama kalinya menginjakkan kakinya di Papua dan berniat berdomisili untuk waktu yang lama, hati-hati dan bersiaplah kena malaria. Saking dahsyatnya malaria, saat ini ada tiga jenis obat penyakit malaria, yaitu cloroquin, piremetamin dan sulvadoxin, sudah tidak mempan lagi untuk mengobati pasien malaria di Timika, Papua. Tapi tidak perlu khawatir, ada obat malaria terbaru yang sangat ampuh untuk mengobati malaria yaitu Duocotexcin, obat ini mengandung dihidroartemisinin yang berfungsi untuk membunuh kuman dengan sangat cepat sedangkan piperquin akan lebih lama bertahan dalam darah untuk menjaga agar tidak terjadi infeksi berulang. Sejauh ini obat duocotexcin belum didistribusikan ke seluruh Puskesmas dan klinik-klinik kesehatan di seluruh Mimika, hanya terdapat di Rumah Sakit Mitra Masyarakat, Klinik PHMC, RS Tembagapura, RS Waa-Banti, Klinik ISOS, Puskemas Mapurujaya, Puskesmas Timika Jaya/SP 2, Puskesmas Kwamki Lama dan Puskesmas Kwamki Baru. Jadi Kalau terserang malaria, silakan tes malaria di klinik jika positif malaria, bawalah hasil tes tersebut ke tempat-tempat tersebut untuk mendapatkan duocotexin. Efek samping obat ini paling banyak ditemui mencret. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar